webmaster.ocarm@gmail.com | sekprov.oki@gmail.com

Karisma

Karisma Karmel adalah kontemplasi. Apa itu kontemplasi? Kontemplasi adalah suatu pengalaman dilimpahi kasih Allah sehingga membuat para Karmelit berubah menjadi semakin serupa dengan Allah. Kontemplasi mendorong para Karmelit untuk menemukan Allah dalam diri saudara-saudarinya dan dalam peristiwa hidup.

Karisma kontemplasi ini diungkapkan dalam doa, dalam persaudaraan, dan dalam pelayanan. Atau dengan kata lain, kontemplasi ini terwujud dalam tiga dimensi, yaitu doa, persaudaraan, dan pelayanan.

Dimensi karisma Karmel yang pertama adalah doa. Bagi para Karmelit doa yang merupakan anugerah cuma-cuma dari Allah yang mengarah kepada persatuan dengan Allah.

Dimensi karisma Karmel yang kedua adalah hidup bersaudara. Hidup bersaudara bagi para Karmelit berperan sebagai sarana untuk persatuan yang lebih mendalam dalam hal saling mengenal dan mengasihi.

Dimensi karisma Karmel yang ketiga adalah pelayanan. Pelayanan para Karmelit di tengah dunia dan Gereja merupakan ungkapan solidaritas, tugas kenabian dan pencarian wajah Allah.

DOA: PENGALAMAN AKAN ALLAH YANG MENGUBAH

Penting kiranya berbicara secara khusus tentang doa, yang merupakan pintu menuju ke kontemplasi. Allah mencari manusia, seraya menarik manusia kepada‑Nya. Manusia diundang  oleh  Roh Kudus untuk  mengarahkan perhatian kepada Allah, untuk mendengarkan, menyambut Firman, dan membuka diri kepada karya transformasi Allah. Pencarian akan Allah merupakan tanggapan terhadap suara‑Nya, dan dialog penuh cinta yang adalah hakikat doa merupakan prakarsa Allah sekaligus buah kerjasama manusia.

Doa pertama‑tama adalah karya Roh Kudus, yang bersemayam dalam diri manusia. Dia tidak hanya menganjurkan apa yang seharusnya dilakukan dan dikatakan namun juga menyatukan manusia dalam doa yang disampaikan Yesus, Putera Terkasih, kepada Bapa dalam dialog penuh cinta yang terus‑menerus. Doa menembus inti Firman di dalam hati Bapa. Yesus menemani manusia dengan doa‑Nya sendiri serta membimbing, langkah demi langkah, ke dalam persekutuan yang sempurna dengan diri‑Nya dan dengan Bapa dalam Roh Kudus. Dengan setia kepada Firman dan giat melaksanakan perintah cinta kasih, manusia menjadi terbuka kepada Tritunggal Mahakudus yang  datang untuk bersemayam dalam dirinya.

Tradisi rohani Karmel mengundang manusia untuk menenggelamkan diri dalam keheningan.  Agar dapat mendengar suara Tuhan dan menerima Firman‑Nya, manusi harus tahu bagaimana bisa berdiam diri. Keheningan yang hendaknya diciptakan bukanlah suatu ketidakmampuan berkomunikasi  atau tiadanya komunikasi. Sebaliknya, keheningan tersebut adalah kepenuhan dialog, di mana seringkali kata‑kata tidak diperlukan dan bahkan dapat menjadi halangan. Kesunyian bukanlah keterasingan namun dipenuhi dengan Hadirat‑ Nya, dan menghantar manusia kembali kepada persekutuan dengan para saudara dan saudari kita.     

Pada hakikatnya doa adalah suatu hubungan pribadi, suatu dialog antara Allah dan pribadi manusia. Manusia diundang untuk memupuknya dan mencari waktu dan ruang untuk berada bersama dengan Tuhan. Persahabatan hanya dapat tumbuh melalui seringnya perjumpaan  pribadi dengan Allah yang sungguh mencintai manusia. Lepas dari masalah bagaimana manusia doa, yang paling penting ialah menciptakan suatu persahabatan yang mendalam dengan Kristus: doa yang sempurna  tidak  terdiri dari banyaknya pemikiran namun dari banyaknya cinta. Di dalam doa, hati yang penuh cinta mencapai Allah dan beristirahat di dalam‑Nya. 

Akhirnya, dimensi doa dalam karisma Karmel adalah doa kontemplatif, yaitu doa yang mendalam yang diterangi Sabda Allah. Demikian dalamnya doa kontemplatif sehingga manusia tidak bisa berkata apa-apa. Yang ada hanyalah pengalaman yang begitu indah dan penuh kasih akan Allah. Orang akhirnya berubah menjadi mengerti kehendak Allah karena sudah bersatu dengan Dia.

KOMUNITAS: BERBAGI PENGALAMAN AKAN ALLAH

Para Karmelit dipanggil untuk menghayati panggilan kontemplatif secara bersama‑sama, dalam komunitas, bukan secara sendiri‑sendiri. Sikap kontemplatif, yang membuat manusia mampu menemukan Allah yang hadir dalam diri manusia dan dalam peristiwa‑peristiwa biasa sehari‑ hari, juga membantu kita untuk menghargai misteri setiap anggota komunitas.

Selain merupakan bentukan manusia, komunitas religius pertama‑ tama merupakan suatu anugerah Roh,  Namun, sebagaimana halnya setiap anugerah rohani, komunitas hendaknya dibangun dari hari ke hari melalui usaha masing‑masing dan setiap anggota. Setiap Karmelit perlu menyadari bahwa mereka semua menerima suatu panggilan yang sama‑ suatu panggilan yang terungkap secara nyata dalam suatu rancangan yang dikembangkan, dilaksanakan dan diperbaiki secara bersama. Oleh karena itu ketegangan yang wajar antara rancangan kehidupan komunitas dengan  perjalanan pribadi  dihadapi dan diselesaikan sebagai suatu panggilan bagi semua untuk berjalan bersama‑sama sebagai saudara‑saudara. Tugas membangun komunitas adalah suatu bentuk asketisme  yang  menuntut  pertobatan terus‑menerus  dan penyangkalan diri.

Hidup persaudaraan kita menjadi suatu tanda  kenabian yang menunjukkan bahwa hidup persekutuan dapat terlaksana, jika orang bersedia  memenuhi persyaratannya. Para Karmelit, yang terpanggil untuk menjadi pakar‑pakar persekutuan, mengundang orang‑orang lain untuk mengambil bagian dalam doa komunitas mereka dan dalam kehidupan mereka. Dengan mendengarkan firman Allah  dalam doa,  mereka mendapatkan inspirasi untuk menjadi bagian yang hidup dan profetis dalam komunitas kristiani dan dalam dunia. Dengan berbagi benda‑benda jasmani dan rohani timbullah kebutuhan untuk berbagi segala yang sudah dikaruniakan oleh Allah dengan setiap  saudara dan saudari.

Inilah persdaudaraan kontemplatif itu. Dimensi yang merupakan kelanjutan dari doa kontemplatif. Persaudaraan yang juga menjadi batu uji apakah doanya benar-benar sudah mengubah orang menjadi peniuh kasih seperti Allah. Persaudaraan ini bukan sekedar sukacita dan kesenangan bersama, tetapi menemukan Allah dalam diri saudara/saudari dengan segala kekurangan dan kelebihannya; menerima mereka apa adanya dengan penuh pengertian dan cinta karena sudah mengalami dimengerti dan dicintai oleh Allah; lalu saling mendukung dan membanmgun dalam hidup bersama.

PELAYANAN DI TENGAH UMAT: PENGALAMAN AKAN ALLAH YANG MENGUTUS 

Para Karmelit adalah bagian Gereja dan untuk Gereja, dan bersama‑sama dengan Gereja kita melayani Kerajaan Allah. Sambil berusaha mewarnai Gereja melalui kekhasan karisma kita, kita bekerjasama membangun tubuh Kristus yang satu dalam persatuan penuh dengan semua anggota komunitas kristiani  Persatuan ini diungkapkan secara nyata melalui keterlibatan para Karmelit dalam Gereja‑gereja lokal.

Para Karmelit juga ikut serta merasakan kehausan akan Allah yang dirasakan oleh orang‑orang yang hidup sezaman dengan mereka. Kehausan  akan spiritualitas ini melampaui batas‑batas kekristenan dan bahkan sering dialami oleh mereka yang mengakui diri tidak beragama. Para Karmelit menyadari kehausan akan spiritualitas ini, di mana saja, dan berdialog dengan setiap orang yang mencari  Allah, dan membantu individu‑individu untuk secara pribadi menemukan dan mengalami ruang‑ruang  mistik dimana Allah datang untuk menemui manusia.Keberadaan para Karmelit di tengah‑tengah umat adalah suatu tanda profetis akan suatu cara baru berhubungan dengan umat ‑ yang berlandaskan persahabatan dan persaudaraan. Keberadaan tersebut juga merupakan  suatu pernyataan profetis akan keadilan dan perdamaian dalam masya-rakat dan antar umat. Keberadaan tersebut merupakan “suatu pilihan  untuk berbagi dengan mereka yang kecil dalam sejarah. Dengan berjalan mengikuti petunjuk Regula, para Karmelit menjadi teman‑teman orang‑orang yang menderita, berharap dan berkomitmen untuk membangun Kerajaan Allah. Pengalaman ini  kemudian mendorong para Karmelit untuk berbicara sebagai nabi dalam menghadapi individualisme dan subjektivisme yang berlebih‑lebihan yang tampak dalam mentalitas zaman sekarang – di tengah berbagai bentuk ketidakadilan dan penindasan baik individu‑individu maupun rakyat. Komitmen untuk melaksanakan keadilan, perdamaian dan pemeliharaan ciptaan itu bukanlah suatu pilihan, namun merupakan tantangan yang mendesak untuk ditanggapi oleh komunitas‑komunitas kontemplatif dan profetik Karmel.

Pelayanan kontemplatif ini merupakan buah dan kelanjutan dari dua dimensi sebelumnya. Ketika doa kontemplatif sudah teruji dalam persaudaraan kontemplatif, baru seorang Karmelit bisa melayani di dunia yang lebih besar dan membawa Allah dalam dunia ini, dan menemukan-Nya pula di sana.